Selasa, 07 Januari 2014

Pengalaman Berorganisasi

Sebelum saya bercerita tentang pengalaman organisasi yang pernah saya ikuti. Saya akan menjelaskan terlebih dahulu apa itu organisasi. Organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang disusun dalam kelompok-kelompok, yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama, Organisasi adalah system kerjasama antara dua orang atau lebih, atau organisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk pencapaian tujuan bersama, organisasi adalah struktur pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu. 
1. Organisasi Menurut Stoner: Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan orang-orang di bawah pengarahan manajer (pimpinan) untuk mengejar tujuan bersama. 
2. Organisasi Menurut James D. Mooney: Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama. 
3. Organisasi Menurut Chester I. Bernard: Organisasi merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih

Diatas adalah definisi dari Beroganisasi, pengalaman saya berorganisasi yang pernah saya ikuti Yaitu mengikuti organisasi Ikatan Remaja Masjid yang bertujuan untuk menggerakan remaja remaja sekitar masjid untuk memakmurkan masjid, menjaga masjid dll.
Saya memegang jabatan Sekretaris 2. Dari berorganisasi tersebut saya bisa menjadi lebih berani didepan orang banyak, melatih diri berbicara di depan umum dll. Berhubung saya sudah kuliah jadi saya sudah tidak aktif lagi di Ikatan Remaja Masjid.

Masyarakat


Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.
Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara utamanya dalam bermata pencaharian. Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada: masyarakat pemburu, masyarakat pastoral nomadis, masyarakat bercocoktanam, dan masyarakat agrikultural intensif, yang juga disebut masyarakat peradaban. Sebagian pakar menganggap masyarakat industri dan pasca-industri sebagai kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat agrikultural tradisional.
Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan struktur politiknya: berdasarkan urutan kompleksitas dan besar, terdapat masyarakat band, suku, chiefdom, dan masyarakat negara.
Kata society berasal dari bahasa latin, societas, yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman, sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara implisit, kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya mempunyai perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan bersama.

Sumber

Akar Masalah dalam Masyarakat


 Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
     
      Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.

Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.
1. Faktor Ekonomi, faktor ini merupakan faktor terbesar terjadinya masalah sosial. Apalagi setelah terjadinya krisis global PHK mulai terjadi di mana-mana dan bisa memicu tindak kriminal karena orang sudah sulit mencari pekerjaan.
2.Faktor Budaya, Kenakalan remaja menjadi masalah sosial yang sampai saat ini sulit dihilangkan karena remaja sekarang suka mencoba hal-hal baru yang berdampak negatif seperti narkoba, padahal remaja adalah aset terbesar suatu bangsa merekalah yang meneruskan perjuangan yang telah dibangun sejak dahulu.
3.Faktor Biologis, Penyakit menular bisa menimbulkan masalah sosial bila penyakit tersebut sudah menyebar disuatu wilayah atau menjadi pandemik.
4.Faktor Psikologis, Aliran sesat sudah banyak terjadi di Indonesia dan meresahkan masyarakat walaupun sudah banyak yang ditangkap dan dibubarkan tapi aliran serupa masih banyak bermunculan di masyarakat sampai saat ini.

       Masalah sosial menemui pengertiaannya sebagai sebuah kondisi yang tidak diharapkan dan dianggap dapat merugikan kehidupan sosial serta bertentangan dengan standar sosial yang telah disepakati. Keberadaan masalah sosial ditengah kehidupan masyarakat dapat diketahui secara cermat melalui beberapa proses dan tahapan analitis, yang salah satunya berupa tahapan diagnosis. Dalam mendiagnosis masalah sosial diperlukan sebuah pendekatan sebagai perangkat untuk membaca aspek masalah secara konseptual. Eitzen membedakan adanya dua pendekatan yaitu person blame approach dan system blame approach (hlm. 153).
      Person blame approach merupakan suatu pendekatan untuk memahami masalah sosial pada level individu. Diagnosis masalah menempatkan individu sebagai unit analisanya. Sumber masalah sosial dilihat dari faktor-faktor yang melekat pada individu yang menyandang masalah. Melalui diagnosis tersebut lantas bisa ditemukan faktor penyebabnya yang mungkin berasal dari kondisi fisik, psikis maupun proses sosialisasinya.
      Sedang pendekatan kedua system blame approach merupakan unit analisis untuk memahami sumber masalah pada level sistem. Pendekatan ini mempunyai asumsi bahwa sistem dan struktur sosial lebih dominan dalam kehidupan bermasyarakat. Individu sebagai warga masyarakat tunduk dan dikontrol oleh sistem. Selaras dengan itu, masalah sosial terjadi oleh karena sistem yang berlaku didalamnya kurang mampu dalam mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi, termasuk penyesuaian antar komponen dan unsur dalam sistem itu sendiri.
       Dari kedua pendekatan tersebut dapat diketahui, bahwa sumber masalah dapat ditelusuri dari ”kesalahan" individu dan "kesalahan" sistem. Mengintegrasikan kedua pendekatan tersebut akan sangat berguna dalam rangka melacak akar masalah untuk kemudian dicarikan pemecahannya. Untuk mendiagnosis masalah pengangguran misalnya, secara lebih komprehensif tidak cukup dilihat dari faktor yang melekat pada diri penganggur saja seperti kurang inovatif atau malas mencari peluang, akan tetapi juga perlu dilihat sumbernya masalahnya dari level sistem baik sistem pendidikan, sistem produksi dan sistem perokonomian atau bahkan sistem sosial politik pada tingkat yang lebih luas.

        Anak jalanan: Dilema? Sebenarnya isltilah anak jalanan pertama kali diperkenalkan di Amerika Selatan atau Brazilia yang digunakan bagi kelompok anak-anak yang hidup dijalanan umumnya sudah tidak memiliki ikatan tali dengan keluarganya.Anak-anak pada kategori ini pada umumnya sudah terlibat pada aktivitas-aktivitas yang berbau criminal. Kelompok ini juga disebut dalam istilah kriminologi sebagai anak-anak dilinguent. Istilah ini menjadi rancu ketika dicoba digunakan di negara berkembang lainnya yang pada umumnya mereka masih memiliki ikatan dengan keluarga. UNICEF kemudian menggunakan istilah hidup dijalanan bagi mereka yang sudah tidak memiliki ikatan keluarga, bekerja dijalanan bagi mereka yang masih memiliki ikatan dengan keluarga. Di Amerika Serikat juga dikenal istilah Runauay children yang digunakan bagi anak-anak yang lari dari orang tuanya.
        Walaupun pengertian anak jalanan memiliki konotasi yang negatif di beberapa negara, namun pada dasarnya dapat juga diartikan sebagai anak-anak yang bekerja dijalanan yang bukan hanya sekedar bekerja di sela-sela waktu luang untuk mendapatkan penghasilan, melainkan anak yang karena pekerjaannya maka mereka tidak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik secara jasmnai, rohani dan intelektualnya. Hal ini disebabkan antara lain karena jam kerja panjang, beban pekerjaan, lingkungan kerja dan lain sebagainya.
         Anak jalanan ini pada umumnya bekerja pada sector informal. Phenomena munculnya anak jalanan ini bukanlah karena adanya transformasi system social ekonomi dan masyarakat pertanian ke masyarakat pra-industri atau karena proses industrialisasi. Phenomena ini muncul dalam bentuk yang sangat eksploratif bersama dengan adanya transformasi social ekonomi masyarakat industrialsasi menuju masyarakat yang kapitalistik.
         Kaum marjinal ini selanjutnya mengalami distorsi nilai, diantaranta nilai tentang anak. Anak, dengan demikian bukan hanya dipandang sebagai beban, tetapi sekaligus dipandang sebagai factor ekonomi yang bisa dipakai untuk mengatasi masalah ekonomi keluarga. Dengan demikian, nilai anak dalam pandangan orang tua atau keluarga tidak lagi dilihat dalam kacamata pendidikan, tetapi dalam kepentingan ekonomi. Sementara itu, nilai pendidikan dan kasih saying semakin menurun. Anak dimotivasi untuk bekerja dan menghasilkan uang.
Dalam konteks permasalahan anak jalanan, masalah kemiskinan dianggap sebagai penyebab utama timbalnya anak jalanan ini. Hal ini dapat ditemukan dari latar belakang geografis, social ekonomi anak yang memang datang dari daerah-daerah dan keluarga miskin di pedesaan maupun kantong kumuh perkotaan. Namun, mengapa mereka tetap bertahan, dan terus saja berdatangan sejalan dengan pesatnya laju pembangunan?
         Ada banyak teori yang bisa menejlaskan kontradiksi-kontradiksi antara pembangunan dan keadilan-pemerataan, desa dan kota, kutub besar dan kutub kecil, sehingga lebih jauh bia terpetakan lebih jela persoalan hak asasi anak. Meskipun demikian, kemiskinan bukanlah satu-satunya factor penyebab timbulnya masalah anak jalanan. Dengan demikian, adanya sementara anggapan bahwa masalah anak jalanan akan hilang dengan sendirinya bila permasalahan kemiskinan ini telah dapat diatasi, merupakan pandangan keliru.

Penyelesaian

 Salah satu bentuk rumusan tindakan negara untuk memecahkan masalah sosial adalah melalui kebijakan sosial. Suatu kebijakan akan dapat dirumuskan dengan baik apabila didasarkan pada data dan informasi yang akurat. Apabila studi masalah sosial dapat memberikan informasi yang lengkap dan akurat maka bararti telah memberikan kontribusi bagi perumusan kebijakan sosial yang baik, sehingga bila diimplementasikan akan mampu menghasilkan pemecahan masalah yang efektif.
        Upaya pemecahan sosial sebagai muara penanganan sosial juga dapat berupa suatu tindakan bersama oleh masyarakat untuk mewujudkan suatu perubahan yang sesuai yang diharapkan. Dalam teorinya Kotler mengatakan, bahwa manusia dapat memperbaiki kondisi kehidupan sosialnya dengan jalan mengorganisir tindakan kolektif. Tindakan kolektif dapat dilakukan oleh masyarakat untuk melakukan perubahan menuju kondisi yang lebih sejahtera.

Etika Penulisan

Blog saat ini dikenal sebagai salah satu media online yang sangat berpengaruh untuk menyuarakan buah pikiran. Sebagai media online, blog adalah sarana berkomunikasi secara online. Para penulis blog yang biasa disebut blogger, berasa dari berbagai kalangan. Meski tak semua memiliki latar belakang jurnalistik, melalui media online yang sangat mudah diakses oleh para pengguna internet ini, siapa pun sekarang bisa mempublikasikan tulisannya.

Munculnya berbagai komunitas blog pun membuat kekuatan blogger dalam menyuarakan pesan mereka secara online tak diragukan lagi. Bahkan blog yang dimanfaatkan sebagai media publikasi tulisan-tulisan yang sifatnya akademik maupun ilmiah, telah banyak dijadikan rujukan bagi berbagai penelitian.

Layaknya sebuah tulisan yang bisa diakses dan dibaca oleh semua pengguna internet, tentunya dalam menulis blog diperlukan juga aturan-aturan yang menyangkut etika dalam berkomunikasi online.

Beberapa tahun belakangan ini, untuk meningkatkan kualitas blog dan tulisan para blogger itu sendiri, ada beberapa aturan baik tertulis maupun tak tertulis. Yang tertulis, tentunya berkaitan dengan implikasi hukum dari sebuah tulisan yang dipublikasi melalui blog.

Sejumlah aturan hukum menjadi 'alat pemaksa' bagi para pengguna internet agar lebih berhati-hati dalam menulis di blog mereka. Di Indonesia ada Undang-Undang ITE, Undang-Undang Pers, dan KUHP yang bisa menjerat penulis blog yang dianggap melanggar hukum. Selain itu Undang-Undang di bidang HAKI pun juga berfungsi untuk melindungi hak kekayaan intelektual blogger atau pengguna internet pada umumnya.

Sedangkan aturan yang tidak tertulis bagi blogger saat ini dikenal dengan istilah 'Blogging Ethics' atau 'Etika Menulis Blog'. Bicara soal etika ini tingkatannya tentu saja sangat tinggi, karena etika selalu berdampingan dengan norma. Hal yang dirasakan ‘baik’ atau ‘tidak baik’ oleh manusia dan belum terumuskan dalam hukum formal Negara, sebagian merupakan ranah etika di samping ranah agama.  Itu sebabnya, sampai saat ini pun sebenarnya, 'Blogging Ethics' masih menjadi sesuatu yang kontroversial, dalam arti belum disepakati secara jelas, batas-batas apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh seorang blogger.

Bicara soal Etika, dalam kata itu terkandung 3 pengertian :
Nilai-nilai/Norma-norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah laku.Kumpulan asas atau nilai moral, misalnya kode etik. Ilmu tentang ‘baik’ atau ‘buruk’.

Secara Etimologi, Etika berasal dari bahasa Yunani : ETHOS yang artinya WATAK. Sedangkan MORAL berasal dari kata MOS (bentuk tunggal) atau MORES (jamak) yang artinya KEBIASAAN.

Menurut Prof. DR. Nina W. Syam, M.S, etika sebagai ilmu sendiri sebenarnya menyelidiki tentang tingkah laku moral yang dapat didekati melalui 3 cara, yaitu :


1. Etika Deskriptif
Cara melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas. Ia bersifat netral dan hanya memaparkan moralitas yang terdapat pada individu, kebudayaan, atau subkultur tertentu.


2. Etika Normatif
Mendasarkan pada norma, mempersoalkan apakah norma bisa diterima seseorang/masyarakat secara kritis, menyangkut apakah sesuatu itu benar/tidak. Terbagi 2, yaitu Umum dan Khusus.
Umum: menekankan pada tema-tema umum seperti mengapa norma mengikat? Bagaimana hubungannya antara tanggung jawab dan kebebasan? Dll.
Khusus: upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip etika umum ke dalam perilaku manusia.


3. Metaetika
Menganalisis logika perbuatan dalam kaitannya dengan 'baik' atau 'buruk'.

Jika teori etika di atas dikaitkan dengan kehidupan nyata dalam masyarakat, tentunya akan menyangkut beberapa hal seperti :
Perkembangan hidup masyarakat yang dihadapkan pada banyak pandangan moral yang bermacam-macam.

Modernisasi yang melanda segala bidang kehidupan masyarakat yang berakibat pada perubahan cara pikir. Kemampuan menghadapi ideologi-ideologi asing yang mempengaruhi

Karena luasnya cakupan Etika sebagai ilmu itulah, hingga saat ini, boleh dibilang, antar blogger pun belum ada kesepakatan yang pasti mengenai Blogging Ethics itu sendiri, selain hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan yang dianggap baik dan buruk, benar dan salah.

Saya sendiri berpendapat, dalam hal ini agar para blogger Indonesia lebih dapat membudayakan etika menulis blog, lebih suka mengajak untuk bersepakat mengenai hal-hal yang baik dan benar dalam menulis blog masing-masing.

Di bawah ini, hal-hal penting yang tidak tertulis tetapi saya yakin dapat disetujui oleh para blogger untuk melindungi diri mereka sendiri dan agar terhindar dari masalah yang tidak perlu.

1. Mencantumkan Sumber
Seringkali kita mendapatkan informasi dari berbagai media online lain pada saat ingin menulis di blog. Secara hukum, mengutip beberapa kata memang tidak akan melanggar hukum, dan dalam UU HAKI masih termasuk kategori yang disebut 'Fair Use'.  Akan tetapi, secara etika dan moral, jika ingin mengutip, cantumkan sumber yang kita kutip, misalnya : nama penulis, dan alamat web atau blog di mana kita mengutipnya, jika memungkinkan gunakan 'link back'.

2. Meminta Izin
Meski mengutip beberapa kata atau kalimat masih masuk dalam kategori 'Fair Use' sesuai dengan UU HAKI, akan tetapi tidak menutup kemungkinan pemilik aslinya akan berkeberatan dan menimbulkan masalah di belakang hari. Meminta ijin dari pemilik tulisan/foto/gambar akan lebih baik dan lebih beretika mengingat kita sendiri pun belum tentu akan suka jika karya kita dicopy atau dipakai orang lain tanpa ijin.

3. Bebas Tetapi Tidak Melanggar Hak Orang Lain
Jangan karena beranggapan blog ini adalah blog pribadi kita, maka kita bebas menulis dan memposting apa saja tanpa batas (tulisan, foto, gambar, lagu) dan melanggar hak orang lain. Perlu kita tanamkan dalam pikiran dan hati kita, bahwa pengunjung blog bisa siapa saja dan datang dari mana saja. Hindari hal-hal yang melanggar hak orang lain.

Mari Kita Budayakan Etika Menulis Blog! Bravo Blogger Indonesia !


Sumber